Ramdhan di Ayn Jalut (2)
suluhtrending.com | - Di tengah suasana genting itu, Qutuz yang baru saja diangkat sebagai raja muda (viceroy) mengambil tindakan-tindakan tegas untuk menghadapi kemungkinan serangan dari Mongol. Ia menganggap Mesir hanya bisa menghadapi ancaman Mongol melalui kepemimpinan yang kuat. Maka ia menurunkan Sultan Mesir yang ketika itu masih berada di bawah umur dan mengangkat dirinya sendiri sebagai Sultan yang baru. Ia menyatakan bahwa kesultanannya hanya bersifat sementara, hingga Mongol berhasil dikalahkan. Sementara pasukan Mongol menaklukkan wilayah Suriah, Sultan Qutuz melakukan konsolidasi di Mesir dan membangun hubungan dengan penguasa Suriah.
Mongol memang menjadikan Mesir sebagai sasaran berikutnya, setelah Suriah. Mesir merupakan wilayah yang sangat strategis dan pintu menuju benua Afrika dan juga Eropa. Hulagu mengirim beberapa orang utusan kepada Mesir dengan membawa sebuah surat berisi ancaman agar Mesir menyerah. “… Kami tidak mengenal kasih sayang terhadap mereka yang menangis, tidak juga rasa simpati pada mereka yang mengeluh. Kamu mendengar bahwa kami telah menaklukkan negeri-negeri, membersihkan bumi dari kejahatan, dan membunuh kebanyakan manusia,” demikian antara lain bunyi surat yang dikirim oleh Hulagu. “Berhati-hatilah karenanya, dan jawablah dengan segera, sebelum perang berkecamuk dan sebelum ia menghanguskanmu … kami tidak mencari-cari orang (sasaran) lain selain kamu ….”
Qutuz merespons surat itu dengan menangkap para utusan Mongol, menghukum mati mereka, dan menggantung kepala-kepala mereka di Gerbang Zawila. Dengan demikian genderang perang sudah ditabuhkan dan kedua belah pihak bersiap-siap untuk saling berhadapan. Sultan Qutuz tidak ingin menunggu Mongol di negerinya. Ia menyerukan jihad dan menghimpun kepala-kepala tentara untuk bergabung dengannya dalam menghadapi Mongol. Ia dan pasukannya kemudian berangkat keluar dari Kairo menuju Salihiyya pada tanggal 5 Sha’ban 658 H (Agustus 1260M). Ia memimpin sendiri pasukannya dan mengirimkan pasukan pendahulu yang dipimpin Rukn al-Din Baybars untuk mengamat-amati pergerakan musuh.
Sementara itu, Hulagu bersama sebagian pasukannya memutuskan untuk kembali ke pusat kerajaan Mongol, setelah mendengar Great Khan baru saja meninggal dunia. Ia menyerahkan proses penaklukkan Mesir pada orang kepercayaannya, Kitbuqa, yang menganut Kristen Nestorian. Perginya Hulagu dan berkurangnya jumlah tentara Mongol menjadi keuntungan tersendiri bagi pasukan Mesir. Namun ancaman dari pasukan Mongol di bawah kepemimpinan Kitbuqa tetap tidak bisa dipandang remeh.
Pasukan Mongol berhasil mencapai Gaza yang berbatasan dengan Mesir. Tapi saat mereka melihat pasukan yang dipimpin Baybars tiba di Gaza, mereka memilih untuk meninggalkannya tanpa konfrontasi. Tak lama kemudian Pasukan Utama yang dipimpin Sultan Qutuz bergabung dengan pasukan Baybars. Mereka bergerak menyusuri wilayah pantai hingga tiba di dekat Acre yang ketika itu dikuasai oleh pasukan Salib. Sultan berhasil menjalin persekutuan dengan pasukan Salib di Acre agar yang terakhir ini tidak bergabung dengan Mongol. Lalu mereka mendapat kabar kalau Kitbuqa dan pasukannya menuju Mesir dari arah Tenggara. Maka Pasukan Mesir pun berbalik arah untuk menghadang pasukan Mongol.
Kedua pasukan kemudian berjumpa di lembah yang dikenal sebagai Ayn Jalut, tak jauh dari Nablus. Baybars dan pasukannya bergerak lebih dulu menghadapi musuh, sementara Qutuz dan pasukan lainnya menunggu di tempat tersembunyi. Baybars berhasil memancing pasukan Mongol untuk mengejar mereka sampai kemudian Qutuz dan pasukan Mesir muncul dan menyergap secara tiba-tiba. Pasukan Tartar sempat terdesak oleh serangan pasukan Mesir, tetapi mampu menghimpun kekuatan mereka kembali dan mengimbangi pasukan Islam. Pada pertempuran ini, pasukan Mamluk Mesir disebut-sebut sudah mulai menggunakan meriam tangan (midfa) untuk mengejutkan kuda-kuda lawan dan menimbulkan kekacauan dalam shaf pasukan musuh. [] Arip
* Fart III
0 Response to "Ramdhan di Ayn Jalut (2) "
Posting Komentar